Main image

Monday, January 24, 2011

Diskursus Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dan Permasalahan Hukumnya

Oleh : Alamsyah


Pendahuluan

Pembangunan ekonomi bangsa tentu membutuhkan eksistensi lembaga keuangan. Praktek transaksi ekonomi masyarakat selama ini banyak bersentuhan dengan keberadaan lembaga keuangan, baik bank maupun non-bank. Masyarakat memanfaatkan lembaga keuangan sebagai wadah investasi atau memperoleh pinjaman dalam rangka mengembangkan kegiatan usaha yang dimiliki. Semakin maksimal masyarakat memanfaatkan keberadaan lembaga keuangan dalam kegiatan ekonomi dengan didukung oleh sistem yang dikembangkan oleh pemerintah maka pembangunan ekonomi akan semakin cepat tumbuh berkembang dan akan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat.

Namun, muncul persoalan yang terus berkembang dan sering diperdebatkan terkait transaksi ekonomi yang berhubungan dengan lembaga keuangan yaitu mengenai status hukum bunga bank dalam Islam, apakah termasuk riba atau tidak. Sebagian masyarakat muslim yang fanatik tidak mau berhubungan dengan dunia perbankan konvensional yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam sekalipun disadari bahwa bank sangat berperan dalam membangun perekonomian bangsa. Hal ini tentu berakibat dana yang dimiliki oleh sebagian masayarakat muslim tersebut tidak dapat dihimpun dalam suatu lembaga keuangan yang kemudian dapat disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan.

Realita demikian berakibat perlunya lembaga keuangan syariah sebagai solusi atas kehendak masyarakat agar kegiatan ekonomi yang dilakukan sesuai dengan prinsip yang dibenarkan oleh Islam. Sehingga kemudian muncul lah Bank Muamalat Indonesia sebagai pionir bank syariah yang kemudian disusul dengan semakin berkembangnya lembaga keuangan mikro syariah semisal Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), terlebih sejak adanya krisis moneter yang menerpa bangsa Indonesia yang membuka kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan syariah yang dinilai tetap eksis dan kokoh.

Eksistensi lembaga keuangan mikro syariah dalam bentuk BMT dapat menjadi primadona bagi kelompok ekonomi lemah dalam membantu pemenuhan kebutuhan modal usaha. Selain sebagai lembaga keuangan yang profit oriented, juga berorientasi pada penanganan kemiskinan, merubah mental dan gaya hidup komsumtif masyarakat ekonomi lemah menjadi gaya hidup yang berorientasi pada upaya-upaya produktif.

Perkembangan BMT yang pesat tentu akan semakin meningkatkan perekonomian masyarakat, terutama kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh kelompok ekonomi lemah. Namun, hal yang harus mendapat perhatian besar adalah potensi munculnya persoalan hukum yang berakibat pada sengketa dalam BMT. Untuk itu, dalam tulisan ini akan dibahas seputar keberadaan BMT, permasalahan hukum dalam BMT, serta penyelesaian sengketa yang muncul dalam BMT.

Seputar BMT

Pengertian BMT secara definitif adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan konsep baitul maal wat tamwil. Kegiatan BMT adalah mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha makro dan kecil, antara lain mendorong kegiatan menabung dan pembiayaan kegiatan ekonominya. Sedangkan kegiatan baitul maal menerima titipan BAZIS dari dana zakat, infaq dan shadaqah dan menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Menurut definisi Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), BMT adalah lembaga usaha ekonomi rakyat kecil yang beranggotakan orang atau badan hukum berdasarkan prinsip syariah dan prinsip koperasi.

Keberadaan baitul maal dalam BMT dimaksudkan sebagai suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menerima dan menyalurkan dana umat Islam yang bersifat non-komersial. Sedangkan baitul tamwil adalah suatu lembaga keuangan Islam yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dari pihak ketiga (deposan) dan memberikan pembiayaan-pembiayaan kepada usaha-usaha yang produktif dan menguntungkan.

Dengan demikian, BMT pada dasarnya adalah memerankan dua fungsi utama, yaitu sebagai baitul maal dan baitul tamwil. Orientasi baitul maal adalah tidak mencari keuntungan (nirlaba), dengan kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana sosial. Sedangkan orientasi baitul tamwil mencari keuntungan (profit oriented) dengan melakukan kegiatan bisnis berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Adapun proses pendirian BMT dilakukan secara bertahap dimulai dari Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), dan telah memenuhi syarat anggota dan pengurus dapat ditingkatkan menjadi badan hukum koperasi. Sehingga dasar hukum BMT merujuk pada ketentuan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Walaupun istilah BMT tidak disebut dalam undang-undang tersebut, tetapi karena adanya persamaan dasar, yaitu sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan, maka BMT dimasukkan dalam kategori koperasi.

Sejalan dengan hal tersebut, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) mengeluarkan keputusan Nomor: 91/Kep/M.KUKM/IX/2004, Pasal 24 menyebutkan: “Koperasi Jasa Keuangan Syariah/Unit Keuangan Syariah selain menjalankan kegiatan pembiayaan atau tamwil, dapat menjalankan kegiatan maal dan atau kegiatan pengumpulan dan penyaluran dana zakat, infaq dan shadaqah, termasuk wakaf”. Berdasarkan pasal tersebut jelas bahwa BMT termasuk kategori Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS).

Berdasarkan aturan hukum maka BMT merupakan lembaga keuangan syariah non-bank. Pengaturannya tidak berpedoman kepada peraturan perundang-undangan perbankan, khususnya perbankan syariah. Namun menurut penulis, keberadaan BMT yang menjalankan fungsi tamwil berupa kegiatan penghimpunan dana dan pembiayaan berdasarkan prinsip-prinsip syariah sepatutnya diatur dalam peraturan hukum di bidang perbankan, khususnya perbankan syariah. Aturan mengenai permodalan, likuiditas, kesehatan lembaga, penerapan good corporate governance, dan hal lain di bidang perbankan harus lah diikuti oleh BMT, agar landasan operasional BMT dan kepercayaan masyarakat terhadap BMT, yang termasuk lembaga keuangan mikro syariah semakin kuat dan mampu berperan besar dalam pembangunan perekonomian bangsa.

Kemudian dalam hal keadaan BMT telah eksis; baik secara keuangan dan kelembagaan dengan jumlah aset yang selalu meningkat, BMT yang berbentuk koperasi dapat berubah menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dari lembaga keuangan non-bank syariah menjadi lembaga keuangan bank syariah.

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Perbankan Syariah disebutkan bahwa Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul maal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Maka sekalipun BMT telah menjadi BPRS yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang tentu orientasinya adalah bisnis, masih diberi kesempatan untuk tetap menjalankan fungsi baitul maal. Persoalannya adalah apakah para pemegang saham BPRS masih menginginkan perusahaanya tetap juga berorientasi pada usaha non-kemersial dan menjalankan fungsi sosial ataukah hanya menjalankan usaha bisnis syariah semata, sebab berdasarkan ketentuan pasal tersebut ditemui kata “dapat” yang berarti boleh dilakukan atau tidak dilakukan.

BMT dalam dataran praktis tentu mempunyai visi dan misi yang jelas. Fokus perumusan visi BMT adalah mewujudkan lembaga yang profesional dan dapat meningkatkan kualitas ibadah. Ibadah harus dipahami arti luas, tidak saja mencakup aspek ritual peribadatan tetapi juga mencakup segala aspek kehidupan. Sehingga setiap kegiatan BMT harus berorientasi pada upaya mewujudkan ekonomi yang adil dan makmur. Sedangkan misi BMT pada dasarnya adalah membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil dan makmur dengan berlandaskan syariah dan keridhaan Allah.

BMT dapat dijadikan sebagai suatu alternatif dalam membangun ekonomi umat; membantu usaha lemah/kecil muslim, terutama pengusaha sektor informal demi mendapatkan modal usaha yang murah dan bersih; membebaskan umat/pengusaha kecil dari cengkraman bunga dan rente serta membantu meningkatkan taraf hidup mereka; membantu meningkatkan pemahaman keislaman para debitur, kreditur serta investor melalui pertemuan dan pengajian yang diharapkan mereka akan lebih mengerti cara memanfaatkan kekayaannya; mendekatkan interaksi kekayaan muslim profesional dan konglomerat dengan kaum ekonomi lemah; serta membuka kawasan da’wah dan kehidupan sosial yang lebih luas di antara umat Islam.

Pelaksanaan kegiatan operasional BMT tentunya harus lah seimbang antara perannya sebagai baitul maal dan baitul tamwil. Perbedaan antara BMT dan entitas bisnis lainnya adalah kesamaan kedudukan antara bidang sosial dan bidang bisnis. Kedua bidang kegiatan tersebut adalah merupakan sesuatu yang urgen dalam BMT. BMT hendaknya tidak hanya berorientasi pada upaya memajukan usaha bisnis atau tamwil saja tetapi haruslah juga berusaha melakukan pengelolaan yang baik terhadap fungsi sebagai baitul maal.

Dalam kerangka manajemen BMT, secara fungsional lembaga baitul maal berperan dalam beberapa hal sebagai berikut: Pertama, membantu baitul tamwil dalam menyediakan kas untuk alokasi pembiayaan non-komersial qardul hasan. Kedua, menyediakan cadangan penyisihan penghapusan pembiayaan macet akibat kebangkrutan usaha nasabah baitul tamwil yang berstatus gharim. Ketiga, melakukan usaha-usaha peningkatan kesejahteraan sosial seperti pemberian bea siswa, santunan kesehatan, sumbangan pembangunan sarana umum dan peribadatan, serta dapat membantu baitul tamwil dalam menyukseskan kegiatan promosi produk-produk penghimpunan dana dan penyalurannya kepada masyarakat.

Pelaksanaan kegiatan penyaluran dana sosial yang terhimpun dalam baitul maal hendaknya tidak hanya disalurkan untuk kebutuhan komsumtif para pihak yang berhak menerima dana tersebut (mustahik) melainkan juga berorientasi pada pola pemikiran yang berkembang dalam khazanah keislaman tentang distribusi dana zakat secara produktif dan investasi dana zakat. Perlu disadari bahwa di antara sumber dana baitul maal adalah berasal dari zakat yang tentunya dalam penyalurannya tidak terlepas dari konsep 8 asnaf mustahik zakat. Dan jika dipahami secara sederhana maka dana yang terkumpul dalam baitul maal pada BMT merupakan hak para mustahik yang termasuk di dalamnya fakir miskin.

Pola distribusi produktif yang dikembangkan pada umumnya mengambil skema qardul hasan yakni satu bentuk pinjaman yang menetapkan tidak adanya tingkat pengembalian tertentu dari pokok pinjaman. Namun demikian apabila ternyata si peminjam dana tersebut tidak mampu mengembalikan pokok tersebut, maka hukum zakat mengindikasikan bahwa si peminjam tersebut tidak dapat dituntut atas ketidakmampuannya karena pada dasarnya dana tersebut adalah hak mereka.

Skema yang dikedepankan dari pola qardul hasan sebenarnya sangat briliant, mengingat: pertama, ukuran keberhasilan sebuah lembaga pengumpul zakat adalah lembaga tersebut dapat menjadi salah satu elemen dari sekuritas sosial yang mencoba mengangkat derajat kesejahteraan seorang mustahik menjadi muzaki. Jika hanya pola konsumtif yang dikedepankan, tampaknya akan sulit tujuan ini bisa tercapai. Kedua, Modal yang dikembalikan oleh mustahik kepada lembaga zakat, tidak berarti bahwa modal tersebut sudah tidak lagi menjadi haknya si mustahik yang diberikan pinjaman tersebut. Ini bisa saja dana tersebut diproduktifkan kembali dengan memberi balik kepada mustahik tersebut yang akan dimanfaatkan untuk penambahan modal usahanya lebih lanjut. Dan kalaupun tidak, hasil akumulasi dana zakat dari hasil pengembalian modal akan kembali didistribusikan kepada mustahik lain yang juga berhak. Dengan begitu harapan lembaga amil dapat benar-benar menjadi partner bagi mustahik untuk pengembangan usahanya sampai terlepas dari batas kemustahikkannya.

Kemudian dalam pembahasan tentang menginvestasikan dana zakat, persoalan yang muncul adalah siapa yang akan menginvestasikannya? Salah satu konsep fundamnetal dari sistem zakat menyatakan bahwa tarif zakat yang dibayarkan oleh seorang muzaki adalah hak milik para mustahiknya. Dalam kajian fiqh klasik, pembahasan yang sudah akrab berkisar pada kemungkinan mustahiknya sendiri yang menginvestasikan dana tersebut atau si muzakinya yang menginvestasikannya.

Selain berperan sebagai baitul maal, BMT juga berperan sebagai baitul tamwil yaitu melaksanakan kegiatan bisnis berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Ada dua jenis kegiatan utama dalam BMT yaitu penghimpunan dana (funding) dan pembiayaan (financing). Dua fungsi tersebut mempunyai keterkaitan yang erat. Keterkaitan ini terutama berhubungan dengan rencana penghimpunan supaya tidak menimbulkan terjadinya dana menganggur (idle money) di satu sisi dan rencana pembiayaan untuk menghindari terjadi kurangnya dana/likuiditas saat dibutuhkan di sisi lain.

Dalam kegiatan funding, membangun kepercayaan masyarakat terhadap BMT adalah sangat penting. BMT harus mampu menjaga kepercayaan masyarakat dengan mengelola dana yang tersimpan secara baik dan tetap berpegang pada prinsip-prinsip syariah. Semakin tinggi masyarakat menaruh kepercayaan kepada BMT maka akan semakin mudah BMT melakukan penghimpunan dana yang pada akhirnya akan disalurkan kepada yang membutuhkan dalam pengembangan usaha melalui mekanisme pembiayaan.

Pada umumnya, funding yang dilakukan BMT menggunakan akad wadi’ah dan mudharabah. Ada dua jenis wadi’ah, yaitu wadi’ah amanah dan wadiah dhamanah. Jika akad yang digunakan akad wadi’ah amanah maka keuntungan yang diperoleh BMT melalui penarikan biaya administrasi untuk pengurusan barang atau uang titipan dari nasabah. Apabila akad yang digunakan wadiah dhomanah maka BMT memperoleh keuntungan dari mendayagunakan dana titipan untuk tujuan komersial. Apabila dalam pendayagunaan dana tersebut memperoleh keuntungan maka BMT biasanya memberikan bonus yang besarnya tidak boleh ditetapkan secara pasti di muka dengan kalkulasi nominal rupiah maupun prosentase atas nilai pokok wadiah sebab jika hal itu dilakukan maka akan sama dengan konsep bunga dalam perbankan konvensional. Namun, apabila memperoleh kerugian, maka BMT menanggung resiko kerugian tersebut.

Adapun kegiatan BMT dalam hal pembiayaan (financing) adalah menyalurkan dana kepada umat melalui pinjaman untuk keperluan menjalankan usaha yang ditekuni oleh nasabah/anggota sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku serta kesepakatan bersama. Produk pembiayaan BMT diantaranya: mudharabah, musyarakah, bai’ bitsaman ajil, murabahah, qardul hasan, ijarah, dan at-Ta’jir.

Dari sekian ragam produk pembiayaan yang digemari oleh BMT adalah murabahah karena karakternya yang profitable, mudah dalam penerapan, serta ¬risk-factor yang ringan untuk diperhitungkan. Namun demikian, seharusnya BMT harus lah megoptimalkan penyaluran dana melalui mudharabah maupun musyarakah karena produk tersebut adalah sangat bermanfaat dalam membangun atau meningkatkan usaha masyarakat ekonomi lemah. Jika BMT hanya menfokuskan pada produk pembiayaan murabahah untuk mengejar keuntungan semata maka peran BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah patut dipertanyakan kembali.

Permasalahan Hukum

Ada beberapa permasalahan hukum dalam ruang lingkup BMT, yang berpotensi menimbulkan sengketa dan membutuhkan penyelesaian secara litigasi atau non-litigasi, yang berkaitan dengan peran sebagai baitul maal dan baitul tamwil, yaitu :

1. Penyalahgunaan dalam pengelolaan dana zakat dalam BMT

Pengelolaan dana zakat secara baik dan modern merupakan suatu keharusan untuk dilakukan oleh BMT mengingat dana yang terkumpul dalam baitul maal merupakan amanah dari para pemberi zakat agar disalurkan kepada yang berhak menerima. Jika BMT tidak melakukan pengelolaan secara baik dan transparansi publik tidak diindahkan maka amanah yang diberikan dapat dikatakan tercederai.

Apabila pengurus BMT yang mengelola dana sosial yang di antaranya berasal dari dana zakat menyalahgunakan dana tersebut maka dimungkinkan muncul suatu gugatan secara perorangan atau bahkan class action dari para pihak yang telah memberikan amanah kepada BMT untuk menyalurkan dana zakat yang telah dikeluarkan oleh mereka. Sebagai ilustrasi, ada BMT yang sudah terkenal pada suatu masyarakat kota dan dana zakat yang terkumpul sangat besar. Kemudian ternyata diketahui pengurus BMT menyalahgunakan dana yang terkumpul dalam baitul maal maka pihak pemberi zakat merasa amanah yang diberikan BMT tidak dilaksanakan kemudian mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum dan tuntutan agar dana yang terhimpun dalam pembukuan baitul maal disalurkan kepada para pihak yang berhak.

2. Pendayagunaan dana zakat yang tidak optimal dan tidak tepat sasaran.

Pendayagunaan dana zakat secara optimal dan tepat sasaran merupakan suatu keharusan. Jika masyarakat menilai dana zakat yang disalurkan hanya untuk golongan tertentu sedangkan mereka merasa berhak menerima zakat baik untuk kebutuhan konsumtif atau untuk membuka usaha untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari maka dimungkinkan juga muncul gugatan secara perseorangan ataupun class action dari para pihak yang berhak menerima dana zakat tersebut.

Berbicara tentang persoalan pendayagunaan dana zakat tentu mempunyai relevansi dengan fungsi intermediary atau amil zakat. Fungsi ini memberikan kewajiban bagi BMT untuk menyalurkan dana yang terkumpul dalam wadah baitul maal kepada yang berhak menerima. Jika merujuk pada konsep 8 asnaf yang berhak menerima zakat maka tentunya BMT akan banyak berhubungan dengan mereka dalam penyaluran dana zakat tersebut. Namun demikian, perlu dipahami secara seksama bahwa bukan berarti BMT cukup menyalurkan untuk kebutuhan konsumtif tetapi hendaknya perlu diterapkan konsep distribusi dana zakat secara produktif bahkan investasi dana zakat sehingga diharapkan masyarakat yang tadinya sebagai orang yang berhak menerima zakat menjadi orang yang harus mengeluarkan zakat.

Sebagai ilustrasi, dalam suatu kecamatan terdapat beberapa BMT yang telah mempunyai dana yang besar yang terkumpul dalam manajemen baitul maal-nya namun dalam dataran praktis BMT tersebut tidak menyalurkan atau menyalurkan secara tidak optimal kepada para fakir miskin yang ada dalam wilayah tersebut yang mempunyai ketrampilan dan hendak melakukan usaha. Selanjutnya, mereka kemudian mengajukan gugatan ke pengadilan agar BMT memberikan pembiayaan secara qardul hasan.

3. Pembiayaan yang macet

Pembiayaan yang macet merupakan momok yang akan sering dihadapi lembaga keuangan, termasuk BMT. Banyak alasan yang sering diajukan nasabah (penerima pembiayaan) untuk memperoleh keringanan bahkan pembebasan terhadap prestasi yang seharusnya dipenuhi akibat akad yang telah disepakati bersama, semisal dengan alasan force majeur.

Apabila ada pihak dalam suatu akad tidak mampu memenuhi suatu prestasi sesuai kesepakatan yang tertuang dalam akad maka keadaan demikian dikatakan telah terjadi wanprestasi. Adapun bentuk wanprestasi mencakup: tidak memenuhi prestasi sama sekali; memenuhi prestasi tidak sesuai dengan isi akad; dan memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya.

Setiap akad yang telah dibuat tentu punya potensi terjadi wanprestasi dalam jangka waktu pelaksanaan akad. Sekalipun maksud dibuatnya akad adalah agar keinginan para pihak dapat terpenuhi, bukan dimaksudkan untuk mencari sesuatu hal yang dapat dilanggar atau dengan maksud untuk menggugat di kemudian hari. Pada akad yang sering digunakan dalam pembiayaan di BMT seperti murabahah melalui keharusan membayar cicilan pokok pembiayaan dan keuntungan yang diminta BMT berdasar akad juga rentan dengan adanya wanprestasi. Sebagai ilustrasi, pihak penerima fasilitas pembiayaan dalam jangka waktu pelaksanaan akad ternyata terlambat atau tidak mampu membayar cicilan pokok pembiayaan maupun keuntungan yang menjadi hak BMT selama 3 bulan, maka yang demikian itu termasuk wanprestasi.

4. Permasalahan antara BMT dengan lembaga keuangan lain

Sumber dana yang disalurkan oleh BMT kepada masyarakat tidak hanya berasal dari simpanan melainkan juga berasal dari pinjaman dari lembaga keuangan lainnya dalam bentuk akad syariah. Jika BMT hanya mengandalkan pendanaan dari simpanan, terlebih untuk BMT yang relatif masih baru dan belum mempunyai dana yang besar maka akan sulit BMT tersebut untuk mengembangkan BMT dengan menyalurkan dana kepada masyarakat melalui mekanisme pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Dalam praktek, seringkali BMT mendapat dana pinjaman dari bank syariah atau Lembaga Amil Zakat yang melakukan distribusi dana zakat secara produktif atau bahkan diinvestasikan. BAZIS DKI Jakarta pernah bekerja sama dengan 27 BMT untuk mendistribusikan dana permodalan pada 71 pasar tradisional. BMT dijadikan mitra dalam penyaluran, sedangkan BMT menentukan para pedagang yang berhak dan mengajukan permohonan pinjaman dana ZIS. Apabila ternyata kemudian terjadi persoalan dalam penyaluran dana ZIS tersebut, maka sangat dimungkinkan adanya sengketa antara BMT dengan lembaga keuangan atau lembaga sosial.

Ilustrasi lain misalnya BMT mendapat pinjaman dari bank syariah melalui akad mudharabah yang kemudian disalurkan oleh BMT melalui makanisme pembiayaan dengan berbagai jenis akad kepada masyarakat. Pada waktu masa berlakunya akad masih berlangsung kemudian terjadi banyaknya pembiayaan yang dikeluarkan BMT kepada masyarakat mengalami macet. Padahal BMT sendiri mempunyai kewajiban atau prestasi untuk membayar cicilan pokok pinjaman setiap bulan atau pada jatuh tempo yang telah ditentukan dalam akad kemudian BMT ternyata tidak mampu memenuhi kewajibannya maka akan muncul suatu sengketa antar lembaga lembaga keuangan.

5. Tanggung jawab pengurus dalam hal BMT mengalami kerugian

Dalam setiap kegiatan bisnis syariah tentu ada resiko kerugian, termasuk dalam BMT. Apabila BMT dalam operasionalnya ternyata mengalami kerugian. Dapatkah pengurus dituntut untuk mengganti seluruh kerugian yang dialami oleh BMT. Persoalan mengalami kerugian sangat mungkin terjadi terutama dalam pembiayaan berisiko tinggi semisal mudharabah dan musyarakah. Jika ternyata analisis dalam memberikan pembiayaan salah dan tidak tepat, kemudian mengalami kerugian tentu hal ini akan berimbas pada BMT.

Dalam konsep perbankan konvensional jika bank akan memberikan kredit kepada nasabah maka harus diperhitungkan jaminan yang diberikan oleh nasabah. Jika nasabah dalam perjalanan waktu perjanjian ternyata tidak mampu membayar maka bank dapat menggunakan jaminan tersebut melalui mekanisme eksekusi untuk menutup utang dari debitur berdasarkan peraturan yang berlaku.

Hal ini tentu berbeda dengan konsep jaminan dalam akad syariah semisal dalam mudharabah. Jaminan dalam mudharabah adalah bukan sebagai penjamin atas utang piutang tetapi berkedudukan sebagai penjamin agar pelaku usaha usaha tidak melanggar akad yang telah d isepakati. Oleh karena itu jika pelaku usaha menderita kerugian yang murni bersifat ekonomis dan tidak melanggar akad, maka jaminan tidak dapat disita untuk mengembalikan semua pembiayaan. Dengan demikian, jaminan berfungsi sebagai penjamin tidak adanya pelanggaran oleh pelaku usaha.

Penyelesaian Sengketa

Penyelesaian sengketa perbankan syariah telah secara jelas diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pasal 55 ayat (1) menyebutkan bahwa penyelesaiana sengketa dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan agama. Selanjutnya, dalam ayat (2) disebutkan bahwa dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad.

Lain halnya dengan penyelesaian sengketa dalam ruang lingkup BMT. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 memang tidak menyebut lembaga peradilan mana yang berwenang menyelesaikan sengketa perkoperasian. Pada prakteknya selama ini semua sengketa menyangkut perkoperasian, dari aspek hukum perikatannya atau sebagai salah satu bentuk badan usaha diselesaikan oleh Pengadilan Negeri. Namun demikian, sekalipun bentuk badan hukum BMT adalah koperasi namun jika dilihat dari segi kegiatan baitul tamwil-nya, yang melakukan kegiatan penghimpunan dana (funding) dan pembiayaan (financing) maka kegiatan usaha yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan perbankan syariah.

Jika dicermati secara seksama baik dari segi baitul maal dan baitul tamwil, BMT mempunyai fungsi dalam perekonomian syariah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 3 Tahun 2006, yaitu:
a. Lembaga keuangan syariah (Penjelasan Pasal 49 huruf i sub b)
b. Lembaga pembiayaan syariah (Penjelasan Pasal 49 huruf i sub b)
c. Lembaga bisnis syariah (Penjelasan Pasal 49 huruf i sub k)
d. Lembaga amil zakat, infaq dan shodaqoh serta wakaf (Pasal 49 huruf e,f,g dan h).
Dengan dasar dan argumen di atas, maka menjadi jelas bahwa sengketa mengenai BMT menjadi kewenangan pengadilan dalam lingkungan peradilan agama.

Adapun langkah penyelesaian sengketa berkaitan dengan permasalahan hukum yang dikemukakan di atas adalah sebagai berikut: pertama, sengketa akibat penyalahgunaan pengelolaan dana zakat dan pendayagunaan dana zakat yang tidak optimal dan tidak tepat sasaran dalam peran BMT sebagai baitul maal adalah harus melihat apakah muzaki dan mustahik mempunyai kepentingan hukum sehingga mereka dapat mengajukan gugatan serta filosofi pengaturan zakat.

Suatu tuntutan hak yang akan diajukan kepada pengadilan yang dituangkan dalam gugatan, pihak penggugat haruslah mempunyai kepentingan hukum yang cukup. Orang yang tidak mempunyai kepentingan hukum tidak dibenarkan untuk menjadi para pihak dalam mengajukan gugatan. Dengan demikian, syarat mutlak dapat mengajukan gugatan adalah mempunyai kepentingan hukum dan jika tidak dipenuhi maka gugatan akan tidak diterima.

Kedudukan muzaki dalam gugatan akibat adanya penyalahgunaan dalam pengelolaan dana zakat adalah sebagai pihak yang memberi amanah kepada BMT untuk menyalurkan zakat yang muzaki keluarkan. Apabila BMT ternyata melakukan penyalahgunaan dana zakat maka dapat dikatakan amanah yang telah diberikan tercederai. Muzaki mempunyai kepentingan hukum agar dana zakat yang dikeluarkan benar-benar diberikan kepada mustahik. Namun, yang harus dicermati adalah apakah orang yang mengajukan gugatan tersebut benar-benar orang yang mengeluarkan zakat yang diberikan pada BMT tersebut.

Pasal 5 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat menjelaskan bahwa pengelolaan zakat bertujuan: meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama; meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial; dan meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.

Kemudian Pasal 16 menjelaskan bahwa pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahik sesuai dengan ketentuan agama dan pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahik dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif. Lebih lanjut dalam penjelasan pasal dijelaskan bahwa mustahik delapan asnaf ialah fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, shabilillah, dan ibnusabil yang di dalam aplikasinya dapat meliputi orang-orang yang paling tidak berdaya secara ekonomi seperti anak yatim, orang jompo, penyandang cacat, orang yang menuntut ilmu, pondok pesantren, anak terlantar, orang yang terlilit utang, pengungsi yang terlantar, dan korban bencana alam.

Kedua, sengketa akibat wanprestasi karena pembiayaan yang macet harus diselesaikan dengan mencermati isi akad dan aturan hukum yang berkaitan dengan perjanjian atau akad syariah. Keberadaan akad sangat penting untuk mengetahui apakah salah satu pihak telah melakukan wanprestasi dan kewajiban apa yang harus ditanggung jika wanprestasi dilakukan.

Apabila salah satu pihak yang terikat akad tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya, tentu timbul kerugian pada pihak lain yang mengharapkan dapat mewujudkan kepentingannya melalui pelaksanaan akad tersebut. Oleh karena itu, hukum melindungi kepentingan dimaksud dengan membebankan tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas pihak yang ingkar janji (wanprestasi) bagi kepentingan pihak yang berhak. Akan tetapi, ganti rugi itu hanya dapat dibebankan kepada debitur yang ingkar janji apabila kerugian yang dialami oleh kreditur memiliki hubungan sebab akibat dengan perbuatan ingkar janji dari debitur. Jadi tanggung jawab akad itu memiliki tiga unsur pokok, yaitu adanya perbuatan ingkar janji yang dapat dipersalahkan, perbuatan ingkar janji itu menimbulkan kerugian kepada kreditur, dan kerugian kreditur disebabkan oleh (memiliki hubungan sebab akibat dengan) perbuatan ingkar janji debitur.

Ketiga, penyelesaian sengketa antara BMT dan lembaga keuangan lain pada dasarnya tetap merujuk pada perikatan yang mendasari hubungan dari keduanya. Dalam persoalan ini, yang menjadi subyek hukum tentu bukan perorangan melainkan badan hukum. Yang berwenang bertindak di muka pengadilan bagi koperasi adalah pengurus sedangkan bagi perseroan terbatas adalah direksi kecuali anggaran dasar menentukan lain. Akad yang dibuat oleh BMT dan lembaga keuangan lain harus dicermati secara seksama. Kewajiban atau prestasi dari masing-masing pihak yang tercantum dalam akad sangat membantu menyelesaikan apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi.

Keempat, penyelesaian mengenai tanggung jawab pengurus jika BMT mengalami kerugian harus melihat tugas dan tanggung jawab pengurus sesuai anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan Pasal 31 Undang-undang Perkoperasian bahwa pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan koperasi dan usahanya kepada Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa. Lebih lanjut Pasal 32 menjelaskan bahwa pengurus koperasi dapat mengangkat pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha, namun tidak mengurangi tanggung jawab pengurus. Kemudian dipertegas oleh ketentuan Pasal 34 bahwa pengurus, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, menanggung kerugian yang diderita koperasi, karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya.

Penutup

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pertama, BMT merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang memerankan dua fungsi utama, yaitu sebagai baitul maal dan baitul tamwil. Orientasi baitul maal adalah demi kepentingan umat dan nirlaba, melalui kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan dana sosial. Sedangkan baitul tamwil berorientasi mencari keuntungan (profit oriented), melalui kegiatan bisnis berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Kedua, ada beberapa permasalahan hukum mengenai BMT yang berpotensi menimbulkan sengketa, yaitu: penyalahgunaan dalam pengelolaan dana zakat dalam BMT; pendayagunaan dana zakat yang tidak optimal dan tidak tepat sasaran; pembiayaan macet yang berakibat wanprestasi; permasalahan antara BMT dengan lembaga keuangan lain; dan tanggung jawab pengurus dalam hal BMT mengalami kerugian.

Ketiga, peradilan agama mempunyai kewenangan menyelesaikan sengketa mengenai BMT karena kegiatan yang dilakukan BMT sebenarnya termasuk dalam kegiatan yang disebut dalam ketentuan Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006. Walaupun bentuk badan hukum BMT adalah koperasi namun jika dilihat dari segi kegiatan baitul tamwil-nya, yang melakukan kegiatan penghimpunan dana (funding) dan pembiayaan (financing) maka kegiatan usaha yang dilakukan mempunyai kesamaan dengan perbankan syariah. Di samping itu, dari segi baitul maal juga mempunyai kegiatan mengimpun dana zakat, infaq, shodaqah, dan wakaf yang selanjutnya disalurkan kepada yang berhak.

Keempat, penyelesaian sengketa terkait permasalahan hukum dalam BMT adalah sebagai berikut: sengketa akibat penyalahgunaan pengelolaan dana zakat dan pendayagunaan dana zakat yang tidak optimal dan tidak tepat sasaran dalam peran BMT sebagai baitul maal harus melihat apakah muzaki dan mustahik mempunyai kepentingan hukum sehingga mereka dapat mengajukan gugatan serta perlu dipahami filosofi pengaturan zakat; sengketa akibat wanprestasi karena pembiayaan yang macet harus diselesaikan dengan mencermati isi akad dan aturan hukum yang berkaitan dengan akad; penyelesaian sengketa antara BMT dan lembaga keuangan lain pada dasarnya tetap merujuk pada perikatan yang mendasari hubungan dari keduanya; dan penyelesaian mengenai tanggung jawab pengurus jika BMT mengalami kerugian harus melihat tugas dan tanggung jawab pengurus sesuai anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan.

Dengan tulisan singkat ini, diharapkan memberikan kontribusi pada pemikiran Islam mengenai ekonomi syariah khususnya terkait BMT serta membawa manfaat bagi kepentingan umat untuk tetap membumikan prinsip-prinsip ekonomi Islam dalam kehidupan dan mampu membantu dalam meningkatkan pembangunan ekonomi nasional.

DAFTAR PUTAKA

Anwar, Syamsul, Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Fuady, Munir, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005.
Harahap, Burhanudin, Kedudukan, Fungsi dan Problematika Jaminan dalam Perjanjian Pembiayaan Mudharabah pada Perbankan Syariah,http:\\perpustakaan.uns.ac.id.
Ilmi, Makhalul, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2002.
Manan, Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, 2005.
Mufraini, M. Arif, Akuntasi dan Manajemen Zakat: Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan, Jakarta: Kencana, 2006.
Muhammad, Lembaga Keuangan Mikro Syariah: Pergulatan Melawan Kemiskinan dan Penetrasi Ekonomi Global, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
Nazir, Habib, dan Muhammad Hasanuddin, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah, Bandung: Kafa Publishing, 2004.
Ridwan, Muhammad, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), Yogyakarta: UII Press, 2005.
Rodoni, Ahmad, dan Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Zikrul Hakim, 2008.
Zamzami, Mukhtar, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dan Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), makalah disampaikan dalam Diklat Calon Hakim Angkatan ke-4 MA RI tahun 2009 di Mega Mendung, Bogor.

3 comments:

  1. Selamat tahun baru untuk semua, Pada Jessicabrownfinancefirm, kami memberikan pinjaman dengan keringanan tahun baru untuk mereka yang mencari bantuan keuangan. proses pinjaman dapat dilakukan dari kenyamanan rumah Anda asalkan Anda tulus dan ingin pinjaman.
     Apakah Anda membutuhkan pinjaman nyata ?, Lupakan penipuan masih banyak perusahaan keuangan asli. Apakah Anda pernah ditolak oleh lembaga keuangan, bank dan perusahaan keuangan lainnya? Jika ya, khawatir tidak lagi karena @ JESSICABROWNFINANCEFIRM kami adalah perusahaan pembiayaan berpengalaman dan berpengalaman yang memberikan pinjaman bebas kerumitan untuk individu dan badan hukum yang tulus dan serius, baik itu perusahaan, perusahaan dan kepada publik, pada tingkat bunga yang sangat rendah kurang dari 2%. Kami memiliki akses ke kolam uang tunai untuk diberikan kepada Kecil dan perusahaan skala menengah dan orang-orang yang memiliki rencana untuk memulai bisnis, tidak peduli seberapa kecil. Yakinlah kesejahteraan dan kenyamanan adalah semua kita di sini untuk memastikan. Dapatkan berhubungan dengan unit pelayanan pelanggan kami @ Jessicabrownfinancefirm@gmail.com untuk respon cepat dan cepat.
     
                                        KITA PERLU BERIKUT DARI ANDA,
     
     
    1. Nama
    2. negara
    3. Alamat
    4. Jenis kelamin
    5. Kerja
    6. Posisi di tempat kerja
    7. Pendapatan Bulanan
    8. Jumlah yang dibutuhkan
    9. Durasi Pinjaman
    10. Agama
    11. Apakah Anda menerapkan sebelum dan ditolak? Jika ya
    12. Negara alasan ..........................................
    .................................................. ....... ...
    .................................................. ....... ...
    .................................................. ..........
    .................................................. ...... ...
     
                                    Biarkan kami membantu Anda
     
     
                  Jessicabrownfinancefirm - Copyright © 2017. Seluruh hak cipta.

    ReplyDelete
  2. Saya ingin memulai dengan bersyukur kepada Tuhan untuk hadiah hidup. Nama saya Nadia Sisworo dan saya ingin berbagi cerita bagus tentang ibu Rossa Stanley Favor perusahaan yang layak secara finansial yang membuat hidup saya manis. Saya telah mengalami kesulitan keuangan untuk beberapa waktu dan saya harus meminjam dari teman-teman saya karena saya berharap untuk membayar mereka kembali setelah menerima gaji saya. Dan saat itulah hidup saya berubah menjadi yang terburuk, saya dipecat dari pekerjaan dan saya kehilangan ibu saya beberapa bulan kemudian. Setelah ibu saya dimakamkan, teman-teman saya mulai meminta uang mereka kembali. Tetapi ketika saya pikir hidup saya sudah berakhir, saya benar-benar mencoba bunuh diri, ketika ALLAH menggunakan teman saya dan Neighbor Annisa Berkarya yang sekarang telah pindah ke Singapura, dia membantu saya untuk menghubungi ibu Rossa Stanley yang katanya seorang teman dari India menghubungkannya dengan ibu Rossa, jadi saya menceritakan kisah saya kepada ibu, dia meminta dokumen saya yang saya ajukan dan sebelum saya tahu itu permintaan pinjaman saya untuk Rp120.000.000,00 disetujui, sebelum itu saya telah mencoba tiga perusahaan pinjaman online yang berbeda tetapi tidak ada bantuan positif, tetapi ibu rossa stanley melalui perusahaan pinjamannya ROSSATANLEYLOANCOMPANY mengubah hidup saya dan saya telah memutuskan bahwa sampai saya mati saya akan terus membagikan kisah ini sehingga sesama warga negara saya dapat memperoleh manfaat darinya, jangan menghubungi pemberi pinjaman palsu yang membanjiri mana-mana dengan cerita pinjaman palsu, Setelah itu proses persetujuan kredit saya selesai dan saya menerima surat persetujuan dari perusahaan yang menyatakan bahwa saya harus memberikan Rincian pergelangan kaki. Saya menerima pemberitahuan dari bank saya bahwa rekening bank saya dikreditkan dengan jumlah pinjaman yang saya minta. mother rossa stanley adalah satu-satunya pemberi pinjaman nyata, tulus, dan tulus di seluruh dunia jadi jangan ragu untuk menghubungi ibu Rossa Stanely di saluran ini ROSSASTANLEYLOANCOMPANY@GMAIL.COM
    Panggil Saja +12133153118
    Aplikasi Whats Mother Rossa +19145295708
    Ini adalah kesaksian saya dan dapat diverifikasi dengan detail akun saya yang di bawah ini jika Anda ragu
    itulah cara hidup saya berubah dan saya akan terus berbagi berita sehingga semua orang dapat melihat dan menghubungi perusahaan yang baik yang mengubah situasi saya. Anda juga dapat menghubungi saya jika Anda membutuhkan bantuan saya atau Anda ingin bertanya kepada saya tentang bagaimana saya mendapatkan pinjaman saya . Ini email saya: nadiasisworo@gmail.comDan di bawah ini adalah detail akun saya yang mendapat kredit dari pinjaman dari rossastanleyloancompany,

    Alamat bank: Cabang Jatinegara Jakarta Timur
    Nama akun: Nadia Sisworo
    Nomor akun: 0504482516
    Nama Bank: Bank Negara Indonesia (BNI)

    ReplyDelete
  3. kesaksian nyata dan kabar baik !!!

    Nama saya mohammad, saya baru saja menerima pinjaman saya dan telah dipindahkan ke rekening bank saya, beberapa hari yang lalu saya melamar ke Perusahaan Pinjaman Dangote melalui Lady Jane (Ladyjanealice@gmail.com), saya bertanya kepada Lady jane tentang persyaratan Dangote Loan Perusahaan dan wanita jane mengatakan kepada saya bahwa jika saya memiliki semua persyarataan bahwa pinjaman saya akan ditransfer kepada saya tanpa penundaan

    Dan percayalah sekarang karena pinjaman rp11milyar saya dengan tingkat bunga 2% untuk bisnis Tambang Batubara saya baru saja disetujui dan dipindahkan ke akun saya, ini adalah mimpi yang akan datang, saya berjanji kepada Lady jane bahwa saya akan mengatakan kepada dunia apakah ini benar? dan saya akan memberitahu dunia sekarang karena ini benar

    Anda tidak perlu membayar biayaa pendaftaran, biaya lisensi, mematuhi Perusahaan Pinjaman Dangote dan Anda akan mendapatkan pinjaman Anda

    untuk lebih jelasnya hubungi saya via email: mahammadismali234@gmail.comdan hubungi Dangote Loan Company untuk pinjaman Anda sekarang melalui email Dangotegrouploandepartment@gmail.com

    ReplyDelete