Main image

Sunday, April 8, 2012

Siapa Harus Berbuat Adil ? Oleh : Alamsyah


Pemimpin bersikap adil adalah sebuah keharusan. Semua orang tentu sepakat jika para pemimpin di negeri ini harus mampu menjalankan tugasnya demi kemaslahatan rakyat, tanpa melakukan diskriminasi atas alasan apapun. Meskipun seorang pemimpin berasal dari daerah maupun partai tertentu ketika ia berada pada posisi sebagai pemimpin tidak boleh semata membangun masyarakat asal wilayahnya saja atau mengedepankan para pendukung partainya. Pemimpin adalah milik semua rakyat dan harus berbuat yang terbaik bagi rakyat. Ini sesuai dengan kaidah fiqh, “pengurusan pemimpin (pemerintah) terhadap rakyatnya sesuai dengan kemaslahatan”. (Asybah wan Nadhaair: 83).

Menjadi pemimpin yang adil memang sangat berat. Terlebih, memimpin sebuah negara dengan wilayah yang luas serta ratusan juta rakyat dengan berbagai latar belakang dan pemikiran berbeda. Namun, jika seorang pemimpin mampu berbuat adil maka sungguh kedudukan mulia akan diperolehnya di hadapan Allah. “Sesungguhnya para penegak keadilan itu di sisi Allah berada di atas mimbar dari cahaya, yaitu orang-orang yang sama menegakkan keadilan dalam memberikan hukum pada keluarga mereka dan rakyat yang mereka perintah”. (HR. Muslim). Bahkan, dalam hadis lain disebutkan bahwa di antara tiga golongan yang mendapat predikat sebagai ahli syurga adalah penguasa yang berlaku adil. (HR. Muslim).


Selain pemimpin, sikap adil harus dimiliki oleh hakim yang memutus perkara di pengadilan. Putusan yang dijatuhkan hakim harus berkeadilan sesuai irah-irah yang terdapat dalam setiap putusan, “demi keadilan berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa”. Sikap adil diterapkan dengan memberikan perlakuan dan memberikan kesempatan yang sama (equality and fainess) terhadap setiap orang. Hakim memiliki tanggung jawab menegakkan hukum yang adil dan benar harus selalu berlaku adil tanpa membeda-bedakan orang.

Umar bin Khattab dalam risalahnya menyebutkan, “Persamakanlah kedudukan manusia dalam majelismu, pandanganmu dan keputusanmu sehingga seorang yang terhormat (bangsawan) tidak dapat menarik kamu kepada kecurangan dan orang yang lemah tidak berputus asa atas keadilanmu”.

Kini, muncul sebuah pertanyaan. Apakah bersikap adil hanya menjadi kewajiban para pemimpin dan hakim semata. Jawabannya, tentu tidak. Bersikap adil itu tidak dibatasi terhadap orang atau dalam waktu tertentu. Bersikap adil bukan hanya diwajibkan bagi para pemimpin dan hakim semata, tapi menjadi sikap yang harus dilakukan oleh setiap orang dan tak terbatas oleh waktu.

Allah telah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Maidah: 8).

Kebalikan bersikap adil adalah zalim. Zalim berarti menganiaya, tidak adil dalam memutus perkara, berat sebelah dalam berbuat, membeda-bedakan orang, mengambil atau mengurangi hak orang lain. Zalim sungguh merupakan perbuatan yang dilarang. Dalam sebuah hadis qudsi disebutkan, “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan (berlaku) zalim atas diri-Ku dan Aku menjadikannya haram di antara kalian…”. (HR. Muslim).

Sikap adil harus dimiliki setiap pribadi mukmin, tidak hanya berlaku bagi orang tertentu. Manusia beriman harus senantiasa berbuat adil dalam hidupnya. Dimulai dari bersikap adil bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, hingga dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Wallahu a’lam.

No comments:

Post a Comment

RSS Feed