Main image

Sunday, March 25, 2012

Demonstrasi Salah Arah

Oleh : Alamsyah
dimuat www.detik.com

               Rencana aksi demonstrasi PNS Subang menggugat putusan Mahkamah Agung (MA) terkait Bupati nonaktif, Eep Hidayat, memantik berbagai reaksi penolakan. Menurut Imam Anshori Saleh, Wakil Ketua Komisi Yudisial, sebagaimana dilansir berbagai media bahwa aksi demonstrasi terhadap putusan MA adalah sama dengan sikap tidak menghormati hukum. Bahkan menurut Gamawan Fauzi, PNS Subang tidak perlu melakukan mogok kerja sebagai bentuk loyalitas kepada pimpinannya tetapi PNS harus loyal terhadap hukum.

        Niatan aksi kontroversial ini menyeruak karena dipicu perubahan status hukum Eep Hidayat. Sebelumnya, dia divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Bandung atas perkara korupsi Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pemerintah Kabupaten Subang Tahun 2005-2008. Namun, MA pada tingkat kasasi memutus dirinya bersalah dan dihukum dengan penjara 5 tahun. Selain itu, dia juga didenda Rp. 200 juta dengan subsider 3 bulan penjara dan wajib mengembalikan uang negara sebesar Rp. 2,548 miliar.


            Putusan MA tersebut ternyata menimbulkan sikap reaktif pejabat daerah. Wakil Bupati Subang, Ojang Sohandi melontarkan sebuah pernyataaan yang mencengangkan publik.

“Saya Ojang Sohandi selaku Wakil Bupati Subang yang berpasangan dengan Mang Eep Hidayat, tanpa tekanan dari mana pun. Hari  ini menyatakan bahwa sebelum ditegakkan keadilan khususnya kepada saudara, kawan saya dan guru saya dan juga bapak saya Mang Eep Hidayat yang dinyatakan Makamah Agung (MA) bersalah dicabut kembali. Kami  tidak akan melaksanakan tugas  sebagai Wakil Bupati Subang. Dengan kesadaran sendiri saya tidak siap dilantik menjadi Bupati Subang. Tugas  kami dan juga tugas Pemkab Subang sepenuhnya akan diserahkan kepada Presiden SBY melalui bapak Menteri Dalam Negeri RI” (www.jppn.com).

Bahkan Ketua DPRD Subang, Atin Supriatin, sebagaimana dilansir situs tersebut menyatakan tidak akan menjalankan tugas kelembagaan legislatif, sebelum Eep Hidayat dan Ojang Sohandi dikukuhkan kembali menjadi Bupati dan Wakil Bupati Subang dan ia pun menyatakan saat ini sudah tidak percaya  lagi terhadap supremasi hukum.

Pernyataan tersebut dinilai tidak etis disampaikan oleh pejabat publik yang terkesan mengandung konfrontasi terhadap lembaga peradilan. Harusnya, pejabat publik di daerah mampu mengontrol emosi dan tidak mengeluarkan pernyataan yang dapat memobilisasi masa mengarah pada sikap antipati terhadap lembaga peradilan.

Sebagai negara hukum (rechsstaat) maka segala sendi bernegara dan berbangsa adalah berlandaskan hukum. Menurut Jimly Asshiddiqie, salah satu prinsip negara hukum adalah peradilan bebas dan tidak memihak. Dalam menjalankan tugas judisialnya, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun juga, baik karena kepentingan jabatan (politik) maupun kepentingan uang (ekonomi). Untuk menjamin kebenaran dan keadilan, tidak diperkenankan adanya intervensi ke dalam proses pengambilan keputusan keadilan oleh hakim, baik intervensi dari lingkungan kekuasaan eksekutif maupun legislative ataupun dari kalangan masyarakat dan media massa. Hakim tidak boleh memihak kepada siapapun kecuali kepada kebenaran dan keadilan.

Segala proses penegakan hukum harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh setiap orang. Produk hukum yang dikeluarkan lembaga peradilan harus ditaati bukan malah dilawan dengan arogansi kekuasaan yang dimiliki.

Demonstrasi menuntut perubahan putusan lembaga peradilan merupakan demonstrasi yang salah arah. Sebab demonstrasi sebagai bagian ekspresi menyatakan pendapat di muka umum yang dijamin undang-undang tidak pernah bermaksud untuk mempengaruhi kemerdekaan peradilan.

Lembaga peradilan harus terbebas dari segala intervensi. Tidak boleh ada kekuasaan apapun yang berusaha mempengaruhi kemerdekaan yang dimiliki lembaga peradilan, termasuk oleh mobilisasi masa melalui demonstrasi. Kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum harus dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Undang Undang Nomor 9 Tahun 1998, kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan berlandaskan pada: asas keseimbangan antara hak dan kewajiban, asas musyawarah dan mufakat, asas kepastian hukum dan keadilan, asas proporsionalitas, dan asas manfaat. Kemudian warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain, menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum, serta menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

Akibat Demonstrasi
             
           Jika PNS melakukan aksi demonstrasi demi membela sebuah kepentingan penguasa yang terbelenggu kasus korupsi maka jelas menimbulkan berbagai ekses negatif. Pertama, melumpuhkan pelayanan publik. Jika rencana aksi mogok kerja dan demonstrasi dengan melibatkan PNS Subang benar-benar dilakukan maka hak masyarakat untuk mendapat pelayanan optimal menjadi tercederai.

Perlu diingat bahwa PNS selain menjadi abdi negara, juga menjadi abdi masyarakat. Yang berarti segala aktivitas yang dilakukan PNS harus berorientasi untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Sikap mempersulit pelayanan kepada masyarakat harus dihilangkan, apalagi meninggalkan tugas melayani masyarakat sekedar demi sikap loyal kepada pimpinan dengan melawan hukum melalui aksi demonstrasi.

PNS Subang haruslah tidak terpengaruh atas masalah hukum yang membelenggu bupatinya. Biarkan proses hukum berjalan sesuai aturan yang berlaku. Keinginan untuk  mengusik atau bahkan mengintervensi peradilan demi kepentingan sang pemimpin harus dibuang jauh. PNS harus tetap fokus untuk melaksanakan tugas secara baik dengan selalu berusaha meningkatkan produktifitas kerja. Jangan sampai, APBD yang sebagian besar diperuntukan untuk belanja pegawai dan kebijakan pemerintah yang berulang kali menaikkan gaji pegawai menjadi sia-sia.

Kedua, terjebak dalam kepentingan politik. Aksi demonstrasi PNS memprotes putusan lembaga peradilan demi kepentingan pemimpin yang terjerat kasus korupsi dapat menjerumuskan diri PNS pada kepentingan politik kelompok tertentu. PNS harus berfikir jernih dan kritis menyikapi segala persoalan yang mengancam netralitas diri PNS.

Rambu-rambu mengenai kewajiban dan larangan bagi PNS sebagaimana terurai dalam PP Nomor 53 Tahun 2010 harus diperhatikan secara seksama dan dilaksanakan secara komprehensif. PNS harus mampu bekerja demi kepentingan publik, bukan untuk kepentingan politik kelompok tertentu.

            Akhirnya, penulis berharap kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum tidak disalahartikan. Bebas di sini harus dimaknai bebas dengan penuh tanggung jawab, bukan  bebas dalam arti serba boleh. Demonstrasi yang dilakukan masyarakat harus tetap berada pada jalur yang lurus, jangan sampai salah arah.
 

No comments:

Post a Comment